SUARAENERGI.COM – Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menilai program hilirisasi Nikel yang saat ini dijalankan Pemerintah dan dibangga-banggakan Presiden Jokowi justru gagal dan berantakan. Pasalnya, hingga saat ini program tersebut belum memberikan hasil optimal bagi pendapatan negara.
Alih-alih memberi hasil optimal, Pemerintah malah harus menanggung biaya penanganan masalah sosial di setiap proyek hilirisasi nikel ini. Bahkan Nikel dalam program hilirisasi ini malah impor. “Ini kan aneh, hilirisasi kok nikelnya malah dari impor. Kontradiktif,” kata Mulyanto, Senin (9/10/2023).
Politisi dari Fraksi PKS ini meminta Pemerintah segera mengevaluasi program tersebut sebelum kondisinya lebih parah. Sebab semua peraturan sudah dipermudah, risiko kerusakan lingkungan sudah terjadi dan segala biaya, royalti atau insentif yang menjadi hak pemerintah sudah dikurangi.
Lebih lanjut Mulyanto mendesak Pemerintah profesional dalam melaksanakan program ini, agar sumber daya alam yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan smelter asing dapat menghasilkan nilai tambah lebih, bagi pendapatan negara. Bukan malah merugikan negara.
Ia minta Pemerintah segera menutup smelter kelas I yang hanya bisa memproduksi NPI (Nickel Pig Iron) dan feronikel. Sebab, nilai tambah produk ini sangat rendah, sementara kandungan nikel yang digunakan lumayan besar. Karena itu sudah selayaknya Pemerintah melarang ekspor NPI dan feronikel.
“Pemerintah harus mampu memaksa perusahaan smelter nikel memproduksi produk yang memiliki nilai tambah lebih agar penghasilan negara lebih optimal,” tambahnya.
Sebelumnya diberitakan sejumlah smelter nikel di Tanah Air memutuskan mengimpor biji nikel lantaran kurangnya pasokan bahan baku. Aksi ini diprediksi akan terus dilakukan hingga Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2024 dirilis di tahun depan.