SUARAENERGI.COM – Basilio Dias Araujo, termasuk salah salah seorang pejabat yang punya perjalanan panjang. Dimulai dari seorang PNS di Timor Timur (kini Timor Leste), hingga saat ini dipercaya sebagai Staf Ahli Sosio-Antropologi Maritim di Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves). Sebagai mantan Jubir Pro-Integrasi Tim-Tim untuk Indonesia, lika-liku peristiwa telah dilaluinya, terutama bagaimana Timor Timur akhirnya lepas dari peta Indonesia lewat jalan jajak pendapat.
Cerita Timor Leste adalah sebagian perjalanan hidup Basilio. Di Jakarta, Basilio kembali merajut kisah lain. Ia banyak bersinggungan dengan ring 1 pemerintahan. Antara lain sebagai penerjemah bahasa Inggris dan bahasa Portugis untuk tiga Menteri Dalam Negeri. Dari Soerjadi Soedirdja, Hari Sabarno, hingga Mohammad Ma`ruf. Basilio sejak kecil memang sudah akrab dengan bahasa Portugis. Begitu pula dengan bahasa Inggris, dan semakin fasih usai menamatkan kuliahnya dari jurusan Sastra Ingggris, Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta.
Terkini, Basilio kemudian didaulat Menko Marves Luhut Panjaitan sebagai Staf Ahli Bidang Sosio-Antropologi Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Sebelumnya, Basilio menjabat sebagai Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi sampai dengan Oktober 2022.
Salah satu isu yang kerap digaungkan Basilio saat ini adalah bagaimana memanfaatkan potensi ekonomi biru Indonesia. Menurut Basilio, ekonomi biru berbasis pada kelautan dan perikanan. Bayangkan saja, teritorial Indonesia terdiri dari lebih dari 17.500 pulau, 108.000 kilometer (km) garis pantai, dan laut sebagai tiga perempat wilayahnya.
“Teritorial Indonesia tersebut mendukung berbagai kegiatan ekonomi, seperti perikanan tangkap dan budidaya, pariwisata pesisir, pembangunan di sektor kelautan, dan transportasi,” kata Basilio dalam acara G20 Development Working Group Side Event: Blue Carbon Enabling Conservation and Financial Capital di Bali Nusa Dua Convention Center, Senin (8/8/2022) lalu.
Dikatakan Basilio, terdapat juga sektor perikanan, di mana sektor perikanan Indonesia menempati posisi terbesar kedua di dunia, dengan sektor perikanan yang menyumbang lebih dari USD 27 miliar terhadap PDB, menyediakan 7 juta pekerjaan dan memenuhi lebih dari 50 persen kebutuhan protein hewani bagi masyarakat.
Industri pariwisata yang bersentuhan dengan kelautan Indonesia berkontribusi terhadap PDB sebesar USD21 miliar pada 2019 (sektor kelautan dan non-kelautan). Pada 2016, 44 persen wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia melakukan kegiatan wisata bahari dan pantai.
Coral reef menyumbang USD3,1 miliar per tahun untuk sektor pariwisata dan USD2,9 miliar per tahun untuk sektor perikanan. Sedangkan mangrove di Indonesia, ekosistemnya terluas di dunia (total 3,31 juta hektar atau sekitar 20% dari ekosistem mangrove dunia).
Meski demikian, tetap terdapat kesenjangan dalam pembiayaan ekonomi biru. Menurut Basilio, keuangan biru mencakup berbagai instrumen keuangan yang ditujukan untuk mengembangkan dan memperkuat sektor yang terkait dengan kelautan, dengan mematuhi prinsip-prinsip keberlanjutan.
Strategi pembiayaan biru harus mendukung negara-negara dalam mencapai tujuan dalam aksi perubahan iklim dan tujuan dalam aksi kehidupan di bawah air sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Sustainable Development Goal’s/SDG’s).
“Indonesia membutuhkan tambahan investasi sekitar Rp1.928 triliun per tahun agar ekonomi biru mencapai kontribusi 12.45 persen terhadap PDB pada 2045, yang mengasumsikan tidak ada penipisan sumber daya laut,” ujar Basilio.