Profil

Carmelita Hartoto, Ketum INSA: Tol Laut Bukan Hanya Soal Kapal dan Pelabuhan

SUARAENERGI.COM – Ketua Umum DPP Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional Indonesia atau Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), Carmelita Hartoto sudah lama berkecimpung di industri maritim dan pelayaran. Carmelita yang akrab disapa Ibu Meme, ini kemudian bercerita tentang banyak hal terkait geliat kemaritiman di bawah pemerintahan Jokowi.

Secara umum, INSA berpendapat perhatian pemerintah terhadap sektor maritim saat ini sudah cukup bagus. Meski begitu, masih ada beberapa hal yang masih membutuhkan kerja sama dari semua pihak agar cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia yang telah dicanangkan Presiden Jokowi betul-betul bisa terwujud.

Antara lain, peningkatan dukungan perbankan nasional dalam pembiayaan industri pelayaran, khususnya terkait pengadaan kapal. Kemudian pemantapan konektivitas tol laut yang tidak bisa hanya berhenti pada pembenahan kapal dan pelabuhan semata. Lebih dari itu, konektivitas tol laut harus pula didukung faktor lain semisal ketersediaan barang dan jasa yang berkesinambungan.

Berikut wawancara lengkap dengan Ketua Umum INSA, Carmelita Hartoto:

INSA berungkali meminta agar industri maritim nasional dimasukkan dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) karena dinilai tak membutuhkan investasi asing. Sebetulnya, sejauh manakah kemampuan industri maritim kita saat ini?

Sejak diterapkannya asas Cabotage pada 2005 silam, industri pelayaran nasional sudah mulai bangkit. Jumlah armada pelayaran nasional juga sudah melonjak dari 6 ribuan kapal pada 2005 menjadi 25 ribuan kapal di 2018. Dengan kekuatan armada saat ini, pelayaran nasional juga sudah mampu melayani seluruh kargo domestik di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, untuk sektor kapal kontainer telah over capacity saat ini, sehingga penambahan armada tidak diperlukan lagi.

Nah, berbeda dengan investasi di bidang infrastruktur atau manufaktur seperti pelabuhan dan galangan kapal, yang berdampak positif bagi pembangunan nasional. Mengapa? Karena investasi asing di sektor tersebut pada prinsipnya membawa modal dari negara mereka, membangun sesuatu di Indonesia dan berdampak langsung kepada perekonomian nasional.

Sementara investasi pada industri pelayaran adalah investasi dalam pembelian kapal, yakni suatu aset yang bergerak. Di sinilah kita perlu hati-hati mengundang investor asing di sektor pelayaran nasional. Itu karena aset yang bergerak yakni kapal bisa sewaktu-waktu dibawa kembali ke negara asal investor.

Bagaimana dukungan perbankan terhadap pengusaha kapal nasional saat ini?

Ini persoalan klasik sebenarnya. Pelayaran nasional selama ini masih belum mendapatkan dukungan dalam pembiayaan pengadaan kapal. Meski begitu, kami konsisten dan tidak akan pernah bosan menyampaikan hal ini kepada stakeholder terkait agar ke depan pelayaran nasional mendapatkan dukungan pembiayaan pengadaan kapal dengan bunga kompetitif dan tenor panjang. Dengan demikian, industri pelayaran nasional akan dapat meningkatkan daya saingnya.

Bagaimana tanggapan Anda terhadap Tol Laut yang digagas Presiden Jokowi?

Kami sangat mengapresiasi tol laut yang selama ini sudah dijalankan pemerintah. Apalagi, selama ini Kementerian Perhubungan juga menggandeng INSA untuk terlibat aktif dalam pengoperasian trayek-trayek tol laut dalam beberapa tahun belakangan ini. INSA menjadi partner pemerintah dalam bertukar gagasan dan mengevaluasi kinerja tol laut.

Hanya saja memang, dibutuhkan dukungan pemerintah untuk mengoptimalisasi tol laut. Dukungan tersebut sangat penting agar konektivitas tol laut tidak hanya berhenti di pelabuhan saja. Masih ada sektor-sektor yang masih terkait dengan tol laut. Termasuk dari aspek pergudangan hingga transportasi darat. Ini semua harus saling terkoneksi satu sama lain. Itulah yang disebut dengan konektivitas.

Menurut Anda, apa saja kemudahan yang seyogianya disediakan pemerintah dalam memperlancar arus investasi ke industri maritim kita?

Industri maritim kita memang membutuhkan investasi di bidang infrastruktur maritim. Salah satunya saja di bidang wisata maritim pada program 10 Destinasi Bali Baru, yang mana delapan di antaranya adalah wisata bahari, seperti Labuan Bajo, Pulau Seribu, Wakatobi, dan Mandalika. Maka sangat dibutuhkan pembangunan fasilitas penunjang wisata bahari ini seperti pembangunan marina, cruise terminal, maupun jetty. Maka kemudahan yang seyogianya disediakan pemerintah sama saja dengan kemudahan di bidang investasi infrastruktur lainnya.

Pelabuhan Marunda saat ini sudah beroperasi walaupun belum sepenuhnya, apa kontribusi yang telah diberikan kepada pengusaha pelayaran nasional?

Pelabuhan Marunda memegang peranan strategis, khususnya dalam memperlancar arus bongkar muat pada kapal-kapal curah. Dengan adanya Marunda sedikitnya dapat mengurangi beban pada Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga waktu bongkar muat bisa lebih cepat dan kepastian waktu selesainya bongkar muat dapat diukur dengan baik.

Carmelita Hartoto
Lahir: Surabaya, 22 Juni 1969

Pendidikan:
– Central Manchester College, Inggris; BA Merchandising
– Webster University, AS; MBA Finance

Pekerjaan:
– Lewis & Peat, London, 1994
– Direktur Adhiraksa, 1995- sekarang
– Direktur Utama Andhini Nugraha, 1998
– Direktur Andhika Lines, 1997-2005
– Direktur Utama Andhika Lines, 2005-sekarang

Organisasi:
– Anggota Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia/APBMI (2000-sekarang)
– Kepala Bidang Luar Negeri DPP INSA, 2002-2008
– Bendahara DPP INSA, 2008-2011
– Ketua Umum DPP INSA, 2011-  sekarang
– Ketua Komite Tetap Angkutan Laut Kadin, 2008-sekarang

Ikuti Kami

Tags

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top