OPINI, Regulasi

Debat Cawapres 2024: Pakar Hukum Beberkan Masalah Serius di Sektor Energi dan Tambang

SUARAENERGI.COM – Pakar Hukum Energi dan Tambang, Dr Ahmad Redi, SH, MH, berharap debat Cawapres yang bakal digelar pada Minggu (21/1/2024) malam, akan diisi dengan pertarungan ide dan rencana bagi ketiga Cawapres. Diketahui, terdapat enam tema dalam debat Cawapres kali ini, yakni Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup, Sumberdaya Alam dan Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat, dan desa.

“Ada sederet carut-marut dalam tata kelola energi kita, dari tumpang tindih hukum hingga bagaimana melibatkan masyarakat di sekitar tambang, misalnya. Hal ini tak lain untuk menghadirkan prinsip kesetaraan dan keadilan bagi masyarakat,” ujar Redi dalam keterangannya, Minggu (21/1/2024) pagi.

Karenanya, sambung Redi, menjadi sangat penting bagi pasangan capres-cawapres untuk mengangkat isu energi secara serius. Ini tak lain karena energi termasuk lingkungan sangat menyangkut hajat hidup rakyat.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Borobudur Jakarta, ini kemudian membeberkan sejumlah regulasi yang masih perlu menjadi perhatian.

Antara lain UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas, UU No 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, UU No 3 Tahun 2020 tentang Minerba, UU No 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, hingga UU No 10 Tahun 1997 tentang Tenaga Nuklir. Bahkan ada antar UU yang saling berbenturan, seperti UU No 5 Tahun 1990 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan UU 21/2014.

Salah satu isu yang cukup menarik perhatian, lanjut Managing Partner Jurist Resia & Co, ini adalah terkait pertambangan khususnya batubara. Menurut Redi, pemerintah nantinya harus berani melakukan terobosan demi melindungi kepentingannya rakyat sekaligus menjaga lingkungan.

“Misalnya menggulirkan kebijakan satu desa satu Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk melindungi kepentingan hukum masyarakat. Atau mewajibkan perusahaan pertambangan untuk bekerjasama dengan pertambangan rakyat, seperti skema di perkebunan plasma sawit. Atau melakukan joint venture antara perusahaan dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes),” saran Redi.

Redi juga menyoroti RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBET) yang sampai saat ini belum disahkan. Padahal RUU EBET penting karena UU yang ada saat ini belum membahas perihal energi terbarukan, serta langkah apa saja yang dibutuhkan dalam upaya menyukseskan Net Zero Emissions (NZE) 2060.

Namun begitu, Redi memberikan kiat mudah untuk membereskan sengkarut tata kelola energi tersebut. Yakni dengan menggunakan pendekatan omnibus law. Nantinya, semua UU sektor energi bisa diatur dalam satu UU dengan metode omnibus law.

Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (IKAFH UNDIP), ini menegaskan, ketika masyarakat merasakan manfaat dari pengelolaan SDA, maka bisa diyakini akan meredam potensi konflik.

“Ini masalah fairness dan keadilan. Kalau masyarakat bisa memanfaatkan dan menikmati SDA yang ada di wilayahnya maka konflik dapat diminimalisir,” tukas Ahmad Redi.

Ikuti Kami

Tags

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top