SUARAENERGI.COM – PT Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi, PT Pertamina (Persero) semakin gencar mengembangkan inisiatif program transisi energi. Langkah tersebut menjadi prioritas Pertamina dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional, aksesibilitas, keterjangkauan, akseptabilitas dan keberlanjutan.
Dalam forum Leadership Dialogue Energi Asia di Kuala Lumpur Malaysia (Rabu 28/6), Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengungkapkan untuk menjaga ketahanan energi dan menjamin keterjangkauannya, Pertamina menempuh strategi mempertahankan bisnis minyak dan gas, dengan tetap melihat potensi energi baru terbarukan.
Nicke menyampaikan, untuk mengurangi emisi, Pertamina melakukan Dekarbonisasi dalam kegiatan operasionalnya. “Hal ini untuk memastikan bahwa dalam jangka pendek, transisi energi tidak akan mengganggu ketahanan energi. Namun di sisi lain, kita masih bisa mencapai target pengurangan emisi karbon,” ungkap Nicke.
Paralel dengan itu, lanjutnya, Pertamina juga membangun dan memperkuat infrastruktur gas di seluruh rantai nilai, dari hulu, tengah, hingga hilir sesuai dengan target Pemerintah dimana porsi gas dalam bauran energi ditingkatkan secara bertahap. Dengan wilayah yang terdiri dari 17.000 pulau, pengembangan infrastruktur gas diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas bagi seluruh penduduk.
“Oleh karena itu, percepatan transisi energi di Indonesia bukan hanya upaya untuk mengurangi emisi karbon, tetapi juga untuk mewujudkan ketahanan energi,” ujar Nicke.
Di era transisi energi, negara-negara di Asia Selatan termasuk Indonesia, tutur Nicke, memiliki peluang besar karena dikaruniai alam dengan sumber energi primer hijau yang melimpah. Sumber daya ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ekosistem bisnis rendah karbon.
Untuk mewujudkan itu, Pertamina telah mengalokasikan 15% dari total Capex untuk pengembangan portofolio bisnis rendah karbon/hijau, jauh lebih tinggi dari rata-rata perusahaan energi lainnya.
“Beberapa inisiatif yang telah dan akan terus kami laksanakan antara lain; Dekarbonisasi dan efisiensi energi yang telah berhasil menurunkan emisi karbon sebesar 31%, implementasi teknologi Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) dengan injeksi C02 perdana di Lapangan Pertamina EP Jatibarang, mengembangkan Kilang Hijau, pengembangan energi Geothermal yang saat ini telah mencapai kapasitas terpasang sebesar 1.877 MW, memproduksi biodiesel dan lain-lain,” ungkap CEO Pertamina tersebut.
Pertamina, kata Nicke juga melibatkan masyarakat dengan mengembangkan Desa Mandiri Energi di 47 Desa di Indonesia. “Kita tidak bisa melakukannya sendiri. Oleh karena itu, kami membuka diri untuk kolaborasi global bersama seluruh peneliti, penemu dan para ahli dari universitas dan akademisi, perusahaan, kementerian hingga masyarakat melalui UMKM,” tandas Nicke.
Pertamina berharap kerja sama tersebut akan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan. Dengan meningkatnya permintaan terhadap produk-produk budaya lokal, UMKM akan mengalami peningkatan penjualan dan pendapatan. Pertamina meyakini, kolaborasi ini mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan sektor pariwisata, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pertamina sebagai pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDG’s). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.