SUARAENERGI.COM – Anggota Komisi VI DPR RI Luluk Nur Hamidah menyayangkan bentrokan aparat keamanan dengan masyarakat Pulau Rempang, Batam, buntut penolakan warga terhadap pembangunan Rempang Eco City yang menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Tenggat waktu untuk relokasi yang mepet juga diduga menjadi pemicu kurangnya dialog antara warga dengan pemerintah.
“Perubahan status menjadi PSN yang terkesan mendadak juga terasa ganjil. Apakah tidak mungkin lokasi proyek dipindahkan atau digeser sehingga tidak perlu sampai harus mengusir rakyat atau mengosongkan pulau demi investasi ini?” ujar Anggota Komisi VI DPR RI Luluk Nur Hamidah, dalam keterangan tertulis, Rabu (20/9/2023).
Bentrokan warga dengan aparat keamanan di Pulau Rempang berawal dari keputusan Pemerintah yang memasukkan Proyek Rempang Eco-City ke dalam PSN tahun 2023. Keputusan itu diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang ditandatangani pada tanggal 28 Agustus 2023.
Pemerintah Kota Batam melalui Badan Pengusahaan (BP) Batam pun hanya punya waktu beberapa bulan untuk melakukan sosialisasi terkait proyek Rempang Eco City tersebut. Ribuan warga dijadwalkan harus sudah meninggalkan rumah mereka di Pulau Rempang per 28 September ini.
Luluk menilai penolakan warga sekitar terhadap pembangunan proyek Rempang Eco-City dipicu karena minimnya dialog. Selain tenggat waktu pengosongan Pulau Rempang yang terkesan tiba-tiba, sejumlah perilaku represif aparat keamanan saat membubarkan warga yang menolak untuk direlokasi juga dinilai turut berperan menyebabkan bentrokan.
“Seharusnya ini bisa dicegah. Seharusnya kekerasan ini juga hisa dihindari sekiranya proyek ini tidak dipaksakan mendahului proses dialog dengan warga. Cara-cara represif demi pembangunan sudah waktunya diakhiri. Kita tidak lagi hidup di zaman Orde Baru, masak kita lebih kejam dari Orde Baru!” tambahnya.
Dalam video yang beredar di media sosial, terlihat perilaku represif aparat keamanan terhadap warga. Bahkan akibat tembakan gas air mata yang dikeluarkan aparat, siswa yang bersekolah di dekat tempat bentrokan turut merasakan dampaknya.
Konflik yang terjadi antara warga Pulau Rempang dengan pemerintah juga ikut menjadi sorotan dunia. Ada beberapa kantor berita besar yang mulai membedah mengapa konflik di pulau itu akhirnya terjadi.
Majalah yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), Time, mengabarkan bahwa warga Rempang saat ini sedang berupaya untuk menolak masuknya investasi pembuatan pabrik yang dilakukan pihak produsen pasir kuarsa asal China, Xinyi Group. Mereka menyebut atas pembangunan itu, 7.500 warga terancam direlokasi.
Di Timur Tengah, media asal Qatar Al Jazeera juga membedah mengapa warga Rempang menolak investasi yang bernilai hingga ratusan triliun itu. Al Jazeera mengatakan pabrik itu dibangun di pusat perekonomian yang dijuluki Rempang Eco-City.