SUARAENERGI.COM – Tingkat inflasi di US yang sulit turun salah satunya dipicu oleh kenaikan harga energy. Situasi perang saat ini membuat harga energy Global akan sulit turun. Akibatnya Bank Sentral di seluruh dunia akan merespon dengan menunda kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan.
Akibatnya terjadi capital outflows dari negara berkembang dan membuat kenaikan imbal hasil obligasi, kenaikan suku bunga pasar dana (funding market) dan akhirnya kredit. Saat ini imbal hasil Obligasi Negara sudah di 6,98%.
Erick menyebut BUMN yang terdampak pada bahan baku impor dan BUMN dengan porsi utang luar negeri (dalam dolar AS) yang besar seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, MIND ID, agar melakukan pembelian dollar dengan tepatguna, bijaksana dan sesuai prioritas dalam memenuhi kebutuhannya.
“Arahan saya kepada BUMN adalah untuk mengoptimalkan pembelian dollar, artinya adalah terukur dan sesuai dengan kebutuhan, *Bukan memborong*, intinya adalah jangan sampai berlebihan, kita harus bijaksana dalam menyikapi kenaikan dollar saat ini.” Ungkap Erick.
Erick menambahkan hal ini juga sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam mengantisipasi dampak lanjutan dari gejolak geopolitik dan ekonomi global. Dimana Pemerintah telah memiliki instrumen dalam bentuk devisa hasil ekspor yang ingin ditempatkan di dalam negeri, selain itu Pemerintah menginginkan impor konsumtif dapat ditahan dulu dalam situasi saat ini.
“Untuk itu pengendalian belanja dan import BUMN harus dengan prioritas dan sesuai dengan kebutuhan yang paling mendesak”.Imbuh Erick.
Utamanya untuk BUMN-BUMN yang memiliki eksposur import dan memiliki hutang dalam denominasi US Dollar, dirinya justru untuk mengingatkan para direksi BUMN agar lebih awas dan tidak membeli dollar secara berlebihan, dan menumpuk.