SUARAENERGI.COM – Hari ini adalah Hari Pers Nasional, biasa disingkat HPN. Diperingati setiap tanggal 9 Februari. Sejak 78 tahun lalu. Umur yang sudah masuk tua menjelang uzur. Pers, telah mengiringi arus zaman, dari era ke era. Dari masa dulu hingga kekinian. Dari masa kolonial sampai kemerdekaan, dilanjutkan rezim reformasi.
Pers zaman dulu dengan zaman sekarang tentu saja sudah jauh berbeda. Bahkan sangat jauh. Era disrupsi informasi, istilah kerennya, telah dengan cepat mengubah wajah pers masa kini. Di kalangan pekerja pers, yang lazim disebut wartawan atau jurnalis, digitalisasi menjadi momok tersendiri yang mau tidak mau harus dihadapi. Semua serba instan dan cepat. Dari sebelumnya media cetak mendadak berubah menjadi media online. Tak cukup sampai di situ, kehadiran media sosial juga kerap menjadi musuh bersama bagi media online.
Lihat saja, saking instan dan cepatnya, wartawan saat ini sudah ada di mana-mana, dan siapa saja. Cukup bermodal kamera ponsel, diunggah di media sosial, syukur-syukur viral, maka seketika itu berubah menjadi berita utama. Peran wartawan yang fungsinya mencari dan menyebarluaskan informasi, pada titik era netizen tersebut, menjadi terdegradasi. Hampir tidak ada lagi tembok pembatas antara warga biasa yang dibekali kamera ponsel dengan wartawan. Bahkan kadangkala, netizen jauh melebihi kecepatan wartawan media online.
Kenyataan ini harus diterima sebagai bagian dari kemajuan teknologi informasi. Bahwa tidak bisa dipungkiri peran pers semakin tergantikan, atau lebih halusnya, kian banyak dibantu para netizen. Itulah sebabnya muncul istilah “sunset” pada dunia pers. Industri pers semakin kurang menarik dari sisi bisnis. Tidak lagi menyediakan kue-kue iklan yang manis dan menggiurkan. Beda dengan dulu, ketika media massa masih dianggap sebagai pilar keempat demokrasi, yang tentunya mudah menggaet cuan.
Tapi bukan pers namanya kalau mudah menyerah. Pers, bagaimanapun tetap akan dibutuhkan sampai kapanpun. Selama manusia masih membutuhkan informasi, selama masih ada peradaban di muka bumi. Namun begitu, pers saat ini membutuhkan banyak penyesuaian di sana-sini agar tetap menarik dan dibutuhkan pemirsa. Soal bagaimana caranya, itu terserah kebijakan masing-masing media massa. Yang jelas, improvisasi mutlak dibutuhkan para pengelola industri pers.
Kini, 9 Februari 2024 menjadi istimewa bagi pers di Tanah Air. Karena kembali ikut mengawal pesta demokrasi lima tahunan. Pers lagi-lagi harus berhadapan dengan rimba politik yang belakangan makin sulit ditebak. Ditambah riuhnya media sosial yang setiap saat menggelontorkan banyak informasi dari setiap sudut Nusantara, dunia, bahkan luar angkasa.
Lalu di mana posisi pers yang sesungguhnya ketika harus dihadapkan pada Pemilu? Agak sulit menjawabnya, mengingat pers kini telah disematkan frasa “industri”. Artinya, “industri pers” kini telah menjadi sebuah entitas bisnis, yang mesinnya harus pula digerakkan oleh rupiah. Maka, sampailah pada kesimpulan bahwa pers masa kini harus bisa dengan cepat dan tetap untuk beradaptasi. Jika tidak, Anda pasti sudah bisa menjawabnya. ***
Ishak Pardosi,
Pemimpin Redaksi