SUARAENERGI.COM – Acara International Renewable Energy Agency (IRENA) merupakan panggung utama bagi negara-negara di seluruh dunia untuk membahas upaya pengurangan emisi karbon dan percepatan transisi energi terbarukan.
Dalam pertemuan tahunan mereka, IRENA membahas kesepakatan baru, melaporkan progres di berbagai negara, serta memilih presiden baru yang akan memimpin dewan ini. Dengan anggota dari sekitar 200 negara, IRENA bertujuan untuk mendukung implementasi NZE (Net Zero Emission) serta memberikan dukungan teknis dan finansial bagi negara-negara dalam mewujudkan target-target energi terbarukan hingga tahun 2050.
Media Suara Energi mendapatkan wawancara eksklusif bersama dengan Surya Darma, PhD, Ketua Indonesia Center For Renewable Energy Studies (ICRES), yang menjadi salah satu panelis asal Indonesia yang diundang ke Saadiyat Island Resort, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab untuk hadir dalam Rapat Tahunan IRENA. IRENA sendiri bermarkas di Masdar City, Abu Dhabi, sebagai kota cerdas yang mengandalkan penggunaan energi terbarukan di Abu Dhabi.
Peran Energi Terbarukan dalam Mendukung Keberlanjutan Lingkungan dan Ekonomi Global
IRENA telah berperan aktif dalam membantu negara-negara, salah satunya Indonesia dalam menyusun Road Map transisi energi. Selain itu, mereka juga telah memobilisasi dana signifikan senilai 4 Miliar USD untuk mendukung proyek-proyek energi terbarukan, menunjukkan komitmen untuk meningkatkan efisiensi energi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi secara global. Bagi Surya, kunci keberhasilan terletak pada konsistensi kebijakan, pengembangan infrastruktur, dan tentunya pendanaan yang memadai.
“Negara atau organisasi lain yang ingin meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan untuk fokus pada pembuatan rencana aksi yang seksama, konsistensi kebijakan, peningkatan infrastruktur, pengembangan SDM, serta pendanaan yang memadai. Kolaborasi internasional juga dianggap krusial untuk mencapai tujuan bersama dalam mempercepat transisi energi,” ujar Surya, Sabtu (4/5/2024).
Kerjasama internasional, seperti yang telah ditunjukkan dalam komitmen G20 untuk mendukung percepatan energi terbarukan di Indonesia, merupakan langkah penting dalam mempromosikan transisi energi global. Namun, langkah-langkah selanjutnya harus didukung oleh visi pemerintah yang jelas dan konsisten, serta optimalisasi potensi dana yang tersedia.
Tantangan Terbesar dalam Mempercepat Adopsi Energi Terbarukan dan Cara Mengatasinya
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah inkonsistensi dalam kebijakan energi, di mana energi fosil masih mendominasi meskipun target energi terbarukan telah ditetapkan. Surya menekankan pentingnya merevisi kebijakan dengan cepat dan mempercepat implementasi solusi energi terbarukan.
Dalam pertemuan kemarin, beberapa contoh konkret diberikan oleh Surya di mana negara-negara di ASEAN seperti Thailand, Laos, dan Vietnam sudah mulai dapat secara efektif memanfaatkan energi terbarukan dengan memanfaatkan energi surya.
Konsep “Accelerating ASEAN Growth and Resilience”, dimana pertumbuhan ekonomi dapat dipacu melalui investasi dalam sektor ketenagalistrikan yang menggunakan energi terbarukan. Kedepannya, teknologi sub-sea cable, dapat menjadi potensi energi terbarukan di wilayah ASEAN dan dapat dimaksimalkan untuk kepentingan bersama.
Harapan untuk Perkembangan Indonesia dalam 5 atau 10 Tahun ke Depan
Pemerintah Indonesia harus mempersiapkan rencana aksi yang komprehensif, menjaga konsistensi kebijakan dan regulasi, mempersiapkan mata rantai suplai logistik yang didukung dengan peningkatan infrastruktur dan kemampuan SDM, serta menjalin kerjasama internasional yang kuat untuk memperkuat dari sisi pendanaan dan kolaborasi positif dalam mewujudkan transisi energi yang berkelanjutan sebagaimana yang disampaikan oleh Surya Darma.
“Harus ada rencana aksi yang dibuat, seperti bagaimana menyiapkan infrastruktur dan operasi. Kemudian, kebijakan dan regulasi yang ada harus konsisten. Ketiga, mata rantai suplai logistik untuk persiapan ini harus dipersiapkan juga. Lalu, skill dan kemampuan SDM. Terakhir, pendanaan dan kolaborasi internasional, karena mewujudkan energi terbarukan perlu kolaborasi, tidak mungkin bisa mengerjakan sendiri,” tutupnya. (Dian/Bias)