SUARAENERGI.COM – Djoko Siswanto mulai menjabat Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (Sekjen DEN) sejak Juli 2019 hingga saat ini. Sebelumnya, Djoko pernah menjabat Dirjen Migas Kementerian ESDM serta sejumlah jabatan lainnya di lingkungan Kementerian ESDM.
Djoko Siswanto adalah tipe pria yang menyukai persoalan teknis. Maklum, sebagai jebolan Teknik Perminyakan ITB, dia amat akrab dengan hal-hal yang sifatnya sangat teknis. Salah satu bidang yang sangat dinikmatinya adalah menghitung besaran biaya angkut (toll fee) gas dari satu tempat ke tempat lainnya. Bahkan, ia meraih gelar doktornya dengan disertasi yang mengangkat topik tentang toll fee.
Di ITB, nama Djoko masih diukir dengan tinta emas. Ia adalah lulusan pertama yang berhasil menyelesaikan pendidikannya dalam tempo empat tahun. Sebuah prestasi yang amat jarang untuk ukuran kampus sekelas ITB. Semakin istimewa karena saat mahasiswa, Djoko bahkan tercatat sebagai ketua dewan mahasiswa. Padahal, lazimnya mahasiswa yang aktif di organisasi seringkali bermasalah dengan kegiatan akademiknya. Namun, Djoko terbukti mampu menghilangkan tradisi itu. “Saya masuk ke jurusan Teknik Perminyakan tahun 1986 dan lulus 1990. Saya orang pertama yang lulus empat tahun di ITB,” kisah Djoko, beberapa waktu lalu.
Setamat kuliah, Djoko sempat bekerja di perusahaan swasta sebelum bergabung di BPH Migas. Di sinilah kepekaan Djoko terhadap pengelolaan energi semakin terasah. Pria lulusan SMA 13 Jakarta ini kian istimewa karena berhasil menggondol gelar master dari Inggris dengan spesialisasi manajemen minyak dan gas pada 2002. “Saya juga orang pertama Indonesia yang meraih gelar itu. Saat itu, di Malaysia baru empat orang yang mempunyai gelar serupa,” tukasnya.
Sepulang dari Inggris, Djoko kembali ke rutinitasnya di BPH Migas. Ia kemudian dilibatkan dalam pembuatan regulasi tentang penyaluran dan pendistribusian BBM dan gas. Tidak puas hanya bergelar master, ia pun resmi bergelar doktor perminyakan dari almamaternya, ITB pada 2011.
Djoko pun mendapat banyak penugasan khususnya di lingkungan BPH Migas. Antara lain, Direktur BBM, Direktur Gas, serta Sekretaris BPH Migas. Djoko kemudian ditarik ke Ditjen Migas dengan jabatan Direktur Pembinaan Hulu Migas dan terakhir menjabat Direktur Teknik dan Lingkungan, sebelum ditarik ke SKK Migas. Salah satu prestasi cemerlang Djoko adalah ketika menjadi anggota Pokja Direktorat BBM pada 2004, yang bersama tim BPH Migas mampu menyelamatkan uang negara sekitar Rp 4 triliun dari subsidi BBM periode 2005-2006.
Berkarya di SKK Migas
Saat menjabat Deputi Pengendalian Pengadaan SKK Migas, Djoko menekankan motto cepat, efisien, dan efektif. Tugasnya di SKK Migas adalah mengelola pengadaan barang dan jasa, rantai suplai, tingkat komponen dalam negeri, pengawasan dan analisis biaya, serta pengelolaan aset barang milik negara yang dikelola oleh kontraktor migas. Sebuah tugas yang cukup menantang tentu saja. Apalagi dengan masih rendahnya harga minyak dunia yang berdampak pada manuver perusahaan migas melakukan efisiensi di sana-sini.
Tak kalah penting, Djoko Siswanto pun akan mengawal migrasi kebijakan di sektor migas yang baru saja diterapkan pemerintahan Jokowi. Dari cost recovery menuju gross split. Sebuah terobosan yang mempermudah tugas SKK Migas guna mengawasi arus pengadaan barang dan jasa perusahaan migas. “Pesan Pak Menteri yaitu mempercepat proses pengadaan barang sekaligus produksi migas tetap terjaga,” ujar Djoko.
Kecepatan dalam hal pengadaan barang dan jasa memang sangat penting di tengah belum pulihnya harga minyak dunia dalam tiga tahun terakhir. Hal ini agar perusahaan migas yang berusaha menjaga produksinya tidak terganggu, lantaran harus melalui proses yang panjang dan rumit. Meski begitu, tambah Djoko, kecepatan juga mesti diimbangi dengan selalu menerapkan efisiensi alias penghematan.
“Kita juga berharap menentukan kontraktor migas dalam menentukan spek maupun OE (owner’s estimate) tidak melebihi harga pasar yang sekarang. Sasarannya akan tercapai efisiensi hingga 15 persen. Nah, itu yang namanya efektif,” katanya.
Dalam mengawal proses pengadaan barang dan jasa kontraktor migas, Djoko mengimbau seluruh perusahaan migas agar tetap berpegangan pada Pedoman Tata Kerja (PTK) 007 SKK Migas. PTK, yang kerap disebut sebagai “kitab” perusahaan migas, mengatur sejumlah ketentuan tender agar dapat dilaksanakan lebih cepat, antara lain mengizinkan kontraktor migas menggunakan metode Pemilihan Langsung untuk pengadaan rig offshore, jasa pendukung pengeboran offshore, dan survei seismik offshore.
Bahkan apabila di wilayah Republik Indonesia hanya terdapat satu peralatan yang tersedia, perusahaan migas dapat melakukan pengadaan dengan metode Penunjukan Langsung. Ketentuan ini sangat mempermudah kontraktor migas yang membutuhkan jasa pengeboran lepas pantai, dimana secara suplai sangat terbatas.
Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) juga menjadi salah satu tugas yang diemban Djoko Siswanto. Diketahui, isu yang sering muncul bagi peningkatan kapasitas nasional adalah upaya pemberdayaan industri lokal melalui penggunaan barang/jasa produksi dalam negeri serta memaksimalkan multiplier effect pada perekonomian nasional.
“Kita mengontrol pemanfaatan TKDN, mewajibkan semua KKKS menggunakan barang dan jasa yang sudah tersedia di dalam negeri. Kalau memang tidak ada di dalam negeri, baru boleh dari luar. Misalnya solar turbine itu memang harus dari luar. Kalau pipa dan alat lain yang sudah bisa diproduksi dalam negeri, diwajibkan beli di dalam negeri,” tegas dia.
Namun Djoko juga berpesan agar industri nasional pendukung hulu migas terus meningkatkan standar kualitas, kesesuaian waktu penyerahan, maupun harga yang kompetitif. Dengan begitu, produk dalam negeri lambat laun akan mampu bersaing dengan produk luar negeri.
Mengawal Transisi Energi
Sebagai Sekjen DEN, Djoko diberikan tugas cukup berat. Salah satunya mengawal transisi energi fosil ke energi terbarukan. Tidak hanya melalui penggunaan kendaraan listrik, upaya menekan penggunaan BBM juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan biofuel. “Pekerjaan rumah kita mengurangi impor BBM jenis bensin. Pemerintah nggak hanya andalkan biofuel dan green fuel, tapi juga mobil listrik untuk kurangi impor,” paparnya, beberapa waktu lalu.
Menurut Djoko, apabila penggunaan mobil listrik semakin meningkat, maka impor BBM pun akan terus berkurang dari tahun ke tahun. Pada 2025, menurutnya impor BBM bisa ditekan sampai 37.000 barel per hari (bph). Lalu, pada 2030 kembali bisa ditekan sampai ke posisi 77.000 bph. “Dan impor BBM bisa berkurang sampai 300 ribu barel per hari di tahun 2040,” tegasnya.
Selain menekan impor BBM, penggunaan kendaraan listrik juga akan berdampak baik pada lingkungan. Dia menyebut, lingkungan akan menjadi bersih dari polusi, sehingga masyarakat bisa hidup lebih sehat. “Juga memenuhi Paris Agreement yang telah diteken Presiden untuk mengurangi pemanasan global,” jelasnya.
Lalu dari sisi keuangan negara, dengan beralihnya masyarakat ke kendaraan listrik, maka subsidi pada BBM bisa ditekan secara signifikan, sehingga menghemat miliaran devisa. “Rata-rata penghematan subsidi bisa Rp 600 miliar per tahun,” pungkas Djoko.