SUARAENERGI.COM – Dengan masuknya Pertamina dalam Daftar Fortune 500 Global, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) sebagai subholding Pertamina untuk bisnis pengolahan dan petrokimia terus menggenjot upaya terbaiknya dalam menjalankan bisnis pengolahan dan petrokimia. Sepanjang semester 1 di tahun 2023, KPI sukses mencatatkan kinerja operasi positif untuk mendukung pengembangan bisnis perusahaan dalam memperkuat ketahanan energi nasional.
KPI menjalankan penugasan untuk pelaksanaan proyek-proyek strategis nasional. Terkait dengan proyek-proyek pengembangan kilang di lingkup Subholding Refining & Petrochemical, selain telah menyelesaikan 2 proyek (onstream) di tahun 2022, yaitu Green Refinery Cilacap Phase 1 dan RDMP Balongan, saat ini yang masih dalam progress adalah RDMP Balikpapan.
Sampai dengan bulan Juni 2023, progres fisik RDMP Balikpapan telah mencapai 76,70% vs rencana reforecast 75,94% (ahead 0,76%). Kilang Balikpapan setelah RDMP selesai akan menambah kapasitas pengolahan sebanyak 100 ribu barrel perhari (Bph) dari yang semula 260 Bph menjadi 360 Bph dan juga akan menghasilkan produk petrokimia sebanyak 225 ribu ton per tahun. Pengembangan Kilang Balikpapan ini akan dapat memperkuat ketahanan energi nasional.
Dalam menjalankan operasional bisnis, KPI berkomitmen untuk terus berkontribusi positif. Terdapat beberapa faktor utama yang mendorong kinerja positif pada semester 1 tahun 2023 tersebut, antara lain capaian optimasi kilang dan efisiensi biaya operasional.
Menurut Direktur Utama KPI, Taufik Aditiyawarman, optimasi kilang dilakukan dengan menghasilkan produk bernilai tinggi (high valuable product) sesuai dengan pergerakan crack spread (perbedaan antara harga minyak mentah sebagai bahan baku dan harga produk yang dihasilkan kilang).
“Optimasi kilang juga dilakukan dalam proses pengadaan crude (minyak mentah). Kita diberikan fleksibilitas dalam mengelola crude bagian negara agar dapat memberikan profitabilitas kilang yang lebih baik.” jelas Taufik.
Kilang Pertamina Internasional juga melakukan berbagai upaya untuk menghasilkan produk-produk bernilai tinggi dari intake kilang dilakukan untuk meningkatkan angka Yield Valuable dimana salah satu produk yang masih didorong adalah Marine Fuel Oil Low Sulfur (MFO LS-untuk bunker kapal).
Menurut Taufik hal ini berkontribusi menjadikan imbal hasil produk di atas target. Sepanjang Semester 1 tahun 2023, persentase produksi produk bernilai tinggi atau Yield Valuable Product, mencapai realisasi 83,1% dibanding target RKAP pada Juni 2023 di angka 82,3%.
Untuk meningkatkan performa kilang, KPI melakukan beberapa upaya untuk pemeliharaan dan peremajaan Kilang. Sepanjang semester 1 beberapa kilang juga telah melakukan Turn Around dan juga Pitstop, antara lain Kilang Cilacap dan Kilang TPPI. Kilang Cilacap setelah dilakukan Turn Around (TA) dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengolah minyak mentah yang lebih sour dari sebelumnya Total Acid Number (TAN) 0,30 menjadi 0,46.
Hal ini sejalan dengan rencana strategis Perusahaan untuk dapat mengolah minyak mentah dengan jangkauan yang lebih luar sehingga dapat memperoleh bahan baku yang lebih ekonomis. Proses peremajaan peralatan yang dilakukan TPPI juga telah berhasil meningkatkan kinerja platformer kilang sehingga dapat menambah kapasitas pengolahannya dari 37 ribu Bph menjadi 50 ribu Bph.
Kehandalan kilang Pertamina tercermin dalam pencapaian angka indikator PAF. “Selain itu, Plant Availability Factor (PAF) yang merupakan indikator kehandalan operasi kilang terhadap perencanaan operasi juga berhasil kami tingkatkan menjadi 99,8% dari target sebesar 99,2% pada Juni 2023 versi RKAP,” jelas Taufik.
Nilai PAF kilang senantiasa dijaga lebih dari 99% melalui pelaksanaan maintenance rutin dan non rutin (turn around), digitalisasi kilang, serta implementasi Asset Integrity Management System (AIMS).
Sepanjang semester 1 tahun 2023 ini, Kilang Pertamina Internasional telah mengolah intake bahan baku berupa crude, intermedia (naphta dan HOMC) dan gas sebanyak 170 juta Bbl. KPI juga dapat bertahan untuk berkontribusi penuh dalam penyediaan produk Gasoil dan Avtur sehingga sampai dengan saat ini kebutuhan Gasoil dan Avtur nasional seluruhnya adalah produk kilang Pertamina.
Dalam hal penggunaan energi, indeks intensitas penggunaan energi untuk produksi di kilang atau Energy Intensity Index (EII) sampai dengan Juni 2023 tercatat di angka 107,9, lebih baik daripada yang ditetapkan pada RKAP yang hampir sebesar 108,4. Untuk angka realisasi EII, semakin kecil angka index menggambarkan kinerja yang semakin baik. Program yang dilakukan untuk penurunan EII antara lain, melalui utilisasi listrik dan gas eksternal serta peremajaan peralatan.
Taufik menambahan, pada tahun ini KPI juga menegaskan komitmennya menuju Net Zero Emission dan juga penerapan aspek Environmental, Social dan Governance (ESG) dengan mendorong seluruh Refinery Unit dan Anak Perusahaan untuk melakukan berbagai upaya menuju Green Refinery. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui substitusi penggunaan Gas Oil pada unit power generation dengan Compressed Natural Gas (CNG) yang lebih ramah lingkungan karena emisi CO2 yang lebih rendah untuk Kilang TPPI Tuban.
“Penggunaan CNG di Kilang TPPI yang akan menggantikan penggunaan Gas Oil pada seluruh unit power generation merupakan salah satu program transisi energi melalui efisiensi energi dan penggunaan energi terbarukan yang juga akan meningkatan kehandalan operasional Kilang,” jelas Taufik.
Selain untuk meningkatkan penggunaan energi bersih yang ramah lingkungan, penggunaan CNG juga didasarkan pada perhitungan keekonomian yang jauh lebih baik. Dengan menggunakan CNG, Kilang TPPI mampu beroperasi dengan lebih handal, efisien dan dapat menekan biaya pokok produksi akibat menurunnya penggunaan Gas Oil, sehingga Gas Oil yang semula digunakan untuk bahan bakar unit power generation, akan menjadi tambahan pendapatan bagi TPPI.
Di sisi lain, sebagai bentuk keseriusan dalam pengembangan bisnis petrokimia, KPI melalui PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) melakukan penyaluran produk Orthoxylene yang diproduksi oleh kilang TPPI di Tuban Jawa Timur dengan kapasitas produksi 50.000 ton/ tahun. Hal itu dilakukan guna memenuhi arahan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian agar fokus pada pengembangan portofolio produk petrokimia dengan menyediakan bahan baku dasar salah satunya produk Orthoxylene.
Pertamina memegang peran krusial dalam perkembangan industri petrokimia hilir di domestik, didukung kilang pengolahan minyak bumi yang sangat kuat. Selain itu, sebagai sosok sentral dalam penghasil bahan baku industri petrokimia, Pertamina dapat menjadi lokomotif ekonomi nasional yang memberikan dampak besar dalam perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, tambah Taufik, menjadi pemain global dalam bersaing menghadapi tantangan bisnis saat ini, strategi yang adaptif sangatlah diperlukan. “Diantaranya adalah kemampuan dalam memproduksi berbagai valuable products seperti halnya Orthoxylene, Smooth Fluid, Brizone, BTX, Propylene dan sebagainya,” jelas Taufik.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) menjelaskan, KPI saat ini telah menjadi entitas bisnis yang menghasilkan keuntungan. Melalui kinerja ini, KPI turut berkontribusi bagi pendapatan dan laba Pertamina, sehingga posisinya dalam Fortune 500 Global naik 82 tingkat.
“Pasca restrukturisasi, orientasi bisnis kilang Pertamina telah berubah dari yang tadinya cost center menjadi profit center,” ujar Fadjar.