SUARAENERGI.COM – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah mendorong keberadaan industri bioavtur untuk mewujudkan energi baru terbarukan.
“Tentu hilirisasi dari gas alam, dari hilirisasi dari agrikultur, termasuk sawit, sekarang kita akan dorong untuk pengembangan bioavtur,” kata Airlangga, dilansir Antara, Rabu, 24 Juli 2024.
Dia menyatakan potensi Indonesia dalam industri bioavtur sangat besar. Hal ini didasarkan pada ketersediaan minyak sawit mentah (CPO) yang melimpah di Indonesia, yang dapat digunakan sebagai bahan baku utama untuk produksi bioavtur.
“CPO (crude palm oil) di dunia, kita juga menjadi salah satu produsen CPO terbesar,” ujar dia.
Pengembangan industri bioavtur diharapkan dapat menjadi pemain utama dalam penyediaan bahan bakar penerbangan ramah lingkungan.
“Ke depan kita akan siapkan bioavtur, karena kita sekarang sudah menggunakan biodiesel 35 persen (B35). Ke depan bioavtur 3-5 persen, sehingga dengan hilirisasi di berbagai sektor, kita akan menjadi negara yang mempunyai kekuatan ekonomi,” ujarnya.
Menciptakan masa depan berkelanjutan
Menurutnya, pengembangan industri bioavtur di Indonesia bukan hanya tentang memanfaatkan sumber daya alam yang ada, tetapi juga tentang menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Airlangga juga menjelaskan pengembangan bioavtur sangat penting untuk mewujudkan penerbangan yang menggunakan energi terbarukan di masa depan.
“Di teknologi penerbangan juga membutuhkan renewable energy ke depan,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Ri Joko Widodo (Jokowi) meminta ada hilirisasi pada komoditas kelapa dengan mengolah limbahnya menjadi bioenergi dan bioavtur agar dapat memberi nilai tambah bagi ekonomi hijau.
Presiden Jokowi menuturkan proses hilirisasi ini dapat memanfaatkan kemajuan teknologi agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar pasar sehingga diminati oleh banyak negara di dunia.
Indonesia menjadi produsen komoditas kelapa kedua di dunia setelah Filipina dengan lahan kelapa seluas 3,8 juta hektare dan produksi mencapai 2,8 juta ton per tahun serta nilai ekspor mencapai USD1,55 miliar.**