SUARAENERGI.COM – Pemerintah akan segera menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Terkait Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dan Pelaporan Baru menggantikan regulasi yang mengatur sebelumnya yakni Peraturan Menteri ESDM (Permen) Nomor 7 Tahun 2022.
Selain untuk memperbaiki tata kelola dan efisiensi dalam pelayanan Perizinan pertambangan mineral atau batubara, Pemerintah menganggap perlu dilakukan pengaturan kembali konsep penyusunan, evaluasi dan persetujuan RKAB, mengingat persetujuan RKAB merupakan dasar bagi pemegang IUP, pemegang IUPK, dan pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha Pertambangan.
“Setelah terbitnya UU Minerba yang baru dan Peraturan pelaksanaanya antara lain PP 96 Tahun 2021, serta dalam rangka untuk memperbaiki tata Kelola dan efisiensi terkait penyusunan, evaluasi dan persetujuan RKAB dan Pelaporan dalam Kegiatan Usaha Pertambangan, Pemerintah perlu untuk menyusun Rancangan Permen (Rpermen) ESDM Tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, Dan Persetujuan RKAB Serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba yang sebelumnya telah diatur dalam Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2020,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral Dan Batubara Iman Sinulingga saat membuka acara Konsultasi Publik Rancangan Permen ESDM Tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, Dan Persetujuan RKAB Serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, Rabu (6/9).
Iman mengungkapkan secara umum substansi pokok yang diatur dalam Rpermen tersebut berisi 4(empat) hal pokok yakni, pembagian waktu kegiatan untuk RKAB, sangsi administratif, pemenuhan aspek esensial dalam penyusunan RKAB dan efesiensi tata waktu.
“Dengan mempertimbangkan prinsip kecermatan, efisiensi, kemudahan dan percepatan dalam pemberian pelayanan perizinan RKAB perlu mengatur antara lain, konsep besar penyusunan dan persetujuan RKAB. Kedua, Sanksi Administratif tegas bagi pemegang izin berupa pencabutan izin tanpa pengenaan sanksi peringatan tertulis hingga sanksi penghentian, ketiga, penentuan pemenuhan aspek esensial dalam penyusunan, evaluasi dan persetujuan RKAB dan keempat, efisiensi tata waktu dalam penyusunan, evaluasi dan persetujuan RKAB,” ungkap Iman.
Menguatkan yang disampaikan Iman, Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM Bambang Sucipto mengatakan, penerbitan Rpermen baru yang mengatur RKAB dan pelaporan tersebut merupakan peraturan pelaksanaan untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Pasal 177 ayat (3) dan Pasal 178 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Permen baru yang mengatur RKAB dan pelaporan itu diterbitkan dalam rangka perbaikan tata Kelola dan efisiensi dalam pelayanan Perizinan pertambangan mineral atau batubara perlu dilakukan pengaturan kembali konsep penyusunan, evaluasi dan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), Mengingat Persetujuan RKAB merupakan dasar bagi pemegang IUP, pemegang IUPK, dan pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk melakukan kegiatan usaha Pertambangan,” kata Bambang.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan mengenai 2 hal substansi pokok yang ada didalam Rpermen tersebut, yakni konsep persetujuan RKAB yang dibagi dua saat eksplorasi dan eksploitasi serta pemberian sangsi.
“Konsep besar penyusunan dan persetujuan RKAB yang dibagi menjadi RKAB Tahap Kegiatan Eksplorasi yang disusun untuk jangka waktu kegiatan 1 tahun dan RKAB Tahap Kegiatan Operasi Produksi yang disusun untuk jangka waktu kegiatan 3 tahun, sedangkan mengenai sanksi, pemerintah akan memberikan sangsi administratif yang tegas bagi pemegang izin berupa pencabutan izin tanpa pengenaan sanksi peringatan tertulis dan sanksi penghentian sementara kegiatan apabila melakukan kegiatan usaha pertambangan tanpa memiliki persetujuan RKAB,” jelas Bambang.
RPermen Tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, Dan Persetujuan RKAB Serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba saat ini masih berproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Dan untuk mendapatkan masukkan dari Masyarakat, Kementerian ESDM juga meminta pandangan dari masyarakat (Konsultasi Publik) dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut, baik berupa proses satu tahap atau proses yang berkelanjutan dengan tujuan mengumpulkan informasi untuk memfasilitasi penyusunan peraturan perundang-undangan berkualitas yang juga mengakomodir kepentingan masyarakat
“Kewajiban pelaksanaan konsultasi publik itu sudah diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana kita pahami sesuai ketentuan pasal 188 ayat 3 Perpres 87 tahun 2014 yaitu tentang peraturan pelaksanaan undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan di sana diamanatkan bahwa Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.Kewajiban pelaksanaan konsultasi publik ini juga diperkuat di dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-18/2020 khususnya di halaman 363,” pungkas Bambang.