SUARAENERGI.COM, Paris – Pada acara puncak World Engineering Day 2025 yang diselenggarakan di Kantor Pusat UNESCO, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, berpartisipasi sebagai panelis dalam diskusi bertajuk “Unleashing the Power of Engineers to Advance Sustainable Development Goals.”
Dalam paparannya, Menko Airlangga menekankan bahwa Indonesia, sebagai negara dengan populasi besar dan sumber daya alam yang melimpah, memiliki potensi besar untuk memimpin inovasi berkelanjutan di tingkat global. Kemajuan dalam bidang rekayasa dan teknologi menjadi faktor kunci dalam mendorong pembangunan berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi. Integrasi teknologi canggih ke dalam sektor-sektor konvensional menunjukkan dampak signifikan terhadap transformasi industri.

Pemerintah di berbagai negara menyadari peran penting inovasi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, sehingga menerapkan berbagai insentif, seperti keringanan pajak untuk mendorong investasi dalam riset dan pengembangan, program hibah, serta pendanaan bagi pendidikan STEM (Sains, Teknologi, Rekayasa, dan Matematika).
“Pendekatan Indonesia yang patut dicontoh termasuk kebijakan super deductible tax hingga 200% bagi perusahaan yang berinvestasi dalam pengembangan tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan vokasi, serta super deductible tax hingga 300% bagi perusahaan yang menunjukkan komitmen besar terhadap R&D,” ujar Menko Airlangga.
Selain itu, ia juga menyoroti bagaimana solusi rekayasa (engineering solutions) berperan dalam upaya global mengurangi emisi karbon dan menciptakan industri yang lebih ramah lingkungan. Inovasi di bidang rekayasa menjadi pilar utama dalam transisi energi demi menekan emisi karbon.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, Indonesia telah menetapkan strategi pembangunan rendah karbon yang mencakup tujuh aspek utama: (1) Pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor energi, mineral, dan limbah; (2) Pengembangan sistem transportasi hijau; (3) Peningkatan cadangan karbon melalui konservasi hutan dan lahan; (4) Penerapan pertanian rendah karbon; (5) Penguatan cadangan karbon biru (blue carbon reserves); (6) Dekarbonisasi industri; dan (7) Penguatan tata kelola dalam upaya pengurangan emisi karbon
Sebagai langkah konkret, Indonesia terus mengembangkan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) serta Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS), dengan target peluncuran 15 proyek antara tahun 2026 hingga 2030. Langkah ini menjadi bagian dari strategi nasional dalam mencapai net-zero emissions pada tahun 2060. PT Pertamina juga telah mengidentifikasi potensi penyimpanan karbon hingga 600 gigaton, yang tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga mendukung inisiatif pengurangan emisi di tingkat regional. Langkah ini menegaskan komitmen Indonesia dalam memanfaatkan potensi geologisnya untuk mendukung upaya global dalam mengurangi emisi karbon dan mewujudkan masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.