SUARAENERGI.COM – PT Pertamina International Shipping (PIS) berkomitmen mendorong pelayaran ramah lingkungan untuk ekonomi biru (blue economy). Pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 atau Conference of the Parties (COP) 28 di Dubai, Uni Emirat Arab, PIS paparkan sejumlah strateginya untuk mengurangi emisi.
“Kami sudah bisa mengurangi 9 persen emisi yang kami hasilkan di 2022, sebesar 1,9 megaton CO2eq,” ucap Direktur Utama PIS Yoki Firnandi, Sabtu (3/12).
Pada diskusi bertema “Ocean High Level Panel: Embodiment of Blue Economy Through a Sustainable Use of Coastal and Marine Resources to Save the Ocean Environment” di Paviliun Indonesia – COP 28, Yoki menjelaskan empat strategi dalam mengurangi emisi.
Pertama, desain kapal ramah lingkungan. Saat ini PIS memiliki 19 kapal ramah lingkungan dan tiga kapal yang memenuhi standar emisi International Maritime Organization (IMO) tier tiga.
Strategi kedua adalah peremajaan armada sesuai ketentuan The International Convention for the Prevention of Pollution from Ships (MARPOL) dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 29 Tahun 2014 tentang Penghentian Operasi Kapal Lambung.
Ketiga, pengurangan bahan bakar melalui pembersihan lambung (menghasilkan efisiensi 4 persen), pengoptimalan kecepatan operasi kapal (efisiensi 22 persen), serta penyertaan alat penyimpan energi (efisiensi 2 persen).
Keempat, intensitas emisi yang lebih rendah. Salah satunya pada kapal very large gas carrier (VLGC) Pertamina Gas Amarylis.
Selain itu, Yoki menjelaskan bahwa PIS akan menggunakan campuran nabati pada bahan bakarnya. “Kami akan memakai 60 persen dari bensin dan sisanya dari biofuel,” ujar Yoki.
Tak hanya itu, PIS juga akan mengembangkan amonia dan hidrogen. Yoki pun menekankan pentingnya pengembangan teknologi untuk mewujudkan semua inovasi ini.
PIS memiliki tiga tahapan pengurangan emisi. Pertama, tahap jangka pendek tahun 2022─2025 yang strateginya adalah pembatasan kecepatan operasi kapal. Lalu, strategi jangka menengah tahun 2026─2030 dengan penggantian bahan bakar dan pengoperasian kapal ramah lingkungan.
Terakhir, strategi jangka panjang pada 2030─2060. PIS menargetkan pengurangan emisi sebesar 20 ribu tCO2eq dengan menggunakan sumber energi lainnya, seperti hidrogen dan amonia hijau. “Kami menyadari bahwa tren ke depan harus ada pengurangan emisi dari sektor pelayaran dan kelautan, sehingga kami sudah memiliki peta jalan menuju NZE 2060,” kata Yoki.
Senada dengan perencanaan PIS tersebut, tingkat nasional, pemerintah pun sudah menyiapkan peta jalan ekonomi biru. Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Vivi Yulaswati mengatakan, sektor maritim memiliki peran utama dalam pengembangan ekonomi biru.
“Kami sudah mengembangkan rencana aksi ekonomi biru dan indeks ekonomi biru untuk memantau perkembangannya,” kata Vivi. Ia menambahkan, lembaganya bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendorong pengembangan ekonomi biru di berbagai daerah, salah satunya dengan Pertamina Group.
Pemerintah juga bekerja sama dengan dunia internasional untuk mengembangkan ekonomi biru. Head of Ocean Action Agenda World Economic Forum Alfredo Giron Nava mengatakan, pihaknya telah bersepakat dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk melaksanakan agenda Kemitraan Aksi Karbon Biru Nasional atau National Blue Carbon Action Partnership (NBCAP).
Kemitraan ini diharapkan dapat membantu pemulihan ekosistem karbon biru di Indonesia. Terlebih, ekosistem laut dan pesisir Indonesia memiliki sumber daya yang kaya, yang dapat memberikan efek nyata bagi kelestarian lingkungan dunia. “Sinergi antara pemerintah dan forum internasional ini juga perlu didukung oleh sektor swasta dan masyarakat pesisir,” jelas Nava.
Sesi diskusi ini turut dihadiri oleh Senior Vice President & Executive Chair Konservasi Indonesia Meizani Irmadhiany dan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaaf Manopo.