BRICS, Energy Ministerial Meeting, Kementerian ESDM, PILIHAN, Profil, Transisi Energi

Wamen ESDM Tegaskan Komitmen Energi Bersih di Forum BRICS

Dok. Suara Energi

Share

SUARAENERGI.COM, Brasilia – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot, menghadiri pertemuan Menteri Energi negara-negara BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa) yang digelar di Brasilia, Brazil, pada Senin (19/5) waktu setempat. Dalam forum tersebut, Yuliot memaparkan kebijakan energi Indonesia yang mendukung transisi menuju energi bersih, sejalan dengan perkembangan global.

Dalam sambutannya, Yuliot menegaskan bahwa transisi energi di Indonesia harus dilakukan secara bersih, adil, berkelanjutan, dan inklusif, agar seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan manfaatnya. Ia juga menekankan bahwa pendekatan transisi energi tidak bisa disamaratakan, melainkan harus disesuaikan dengan kondisi nasional, fokus pembangunan, serta kedaulatan teknologi masing-masing negara.

“Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki karakteristik yang unik dalam forum ini. Tantangan terbesar kami adalah menyediakan akses energi merata hingga ke daerah-daerah terpencil. Untuk itu, kami mengutamakan pengembangan energi terbarukan, khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), demi mendorong pertumbuhan yang inklusif,” ujar Yuliot.

Dok. KESDM

Dengan karakteristik tersebut, kontribusi Indonesia dalam BRICS dipandang mampu memberikan perspektif yang berbeda. Yuliot menyampaikan bahwa untuk mendukung energi bersih, Indonesia telah mengimplementasikan bahan bakar jenis solar dengan campuran 40% biodiesel berbasis minyak sawit (B40), serta mendorong penggunaan energi bioenergi untuk memasak bersih.

Selain itu, Indonesia memiliki cadangan mineral yang melimpah, termasuk sebagai pemilik cadangan nikel dan timah terbesar di dunia, serta potensi bauksit dan tembaga yang besar. Sumber daya ini menjadi pondasi program hilirisasi senilai USD 618 miliar untuk mendorong nilai tambah dan pembangunan yang berkelanjutan.

“Karena itu, Indonesia menekankan pentingnya peran negara dalam mengelola sumber daya alam, termasuk mineral kritis. Negara berhak mengatur rantai pasoknya sesuai kepentingan nasional dan prinsip pembangunan berkelanjutan,” tegas Yuliot.

Yuliot juga menekankan bahwa energi seharusnya dipandang sebagai aset strategis, bukan sekadar komoditas. Dalam rangka memperkuat sektor migas, Indonesia menargetkan peningkatan produksi hingga 1 juta barel minyak dan 12 BSCFD gas per hari pada tahun 2030. Di sisi lain, Indonesia juga mulai menjajaki pengembangan energi nuklir sebagai sumber energi rendah karbon, dengan rencana operasional reaktor pertama pada 2032 dan target kapasitas sebesar 36 gigawatt (GW) pada 2060.

“Selain itu, kami juga bangga menjadi salah satu pemimpin global dalam pengembangan panas bumi. Saat ini Indonesia memiliki 19 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dengan kapasitas terpasang lebih dari 2,68 GW dan peta jalan untuk mencapai 6,2 GW pada tahun 2030,” pungkas Yuliot.

Tags

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top