Bahlil Lahadalia, Dimethyl Ether (DME), Kementerian ESDM, kilang minyak, Korporasi, PILIHAN

Dukung Ketahanan Energi, Kementerian ESDM Kembangkan Kilang Minyak dan Gasifikasi Batubara

Dok. esdm.go.id

Share

SUARAENERGI.COM, Jakarta – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terus mengakselerasi hilirisasi sebagai strategi utama dalam memperkuat ketahanan energi nasional. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah komitmen Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam pengembangan industri kilang minyak serta produksi Dimethyl Ether (DME) sebagai alternatif gas berbasis batubara. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, bahkan merancang pembangunan kilang minyak berkapasitas 500 ribu barel per hari guna memastikan pasokan energi nasional yang stabil dan berkelanjutan.

“Kita juga akan membangun refinery (kilang minyak) yang Insya Allah kapasitasnya itu kurang lebih sekitar 500 ribu barel. Ini salah satu yang terbesar nantinya, ini dalam rangka mendorong agar ketahanan energi kita betul-betul lebih baik,” ungkap Bahlil dalam Konferensi Pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (3/3).

Kilang ini dirancang untuk mengolah minyak mentah dari dalam negeri maupun impor dan menghasilkan berbagai produk minyak bumi, termasuk BBM, dengan kapasitas produksi mencapai 531.500 barel per hari. Kehadiran kilang ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor energi sekaligus meningkatkan cadangan pasokan nasional.

Guna merealisasikan proyek ini, investasi yang dibutuhkan diperkirakan mencapai USD 12,5 miliar. Selain meningkatkan kemandirian energi, proyek ini juga berpotensi menghemat hingga 182,5 juta barel minyak per tahun, setara dengan penghematan USD 16,7 miliar. Pembangunan kilang ini pun diproyeksikan menciptakan peluang kerja bagi 63.000 tenaga kerja langsung dan 315.000 tenaga kerja tidak langsung.

Di sektor mineral dan batubara (minerba), Kementerian ESDM mempercepat pembangunan industri DME sebagai substitusi Liquefied Petroleum Gas (LPG). Proyek ini akan dikembangkan di beberapa wilayah strategis, seperti Kabupaten Muara Enim dan Ogan Komering Ilir (OKI) di Sumatera Selatan, Kabupaten Tanah Bumbu di Kalimantan Selatan, serta Kabupaten Kutai Timur di Kalimantan Timur.

“Kita juga akan membangun DME yang berbahan baku daripada batubara low-calorie (kalori rendah) sebagai substitusi daripada LPG. Ini kita akan lakukan agar betul-betul produknya bisa dipasarkan dalam negeri sebagai substitusi impor (LPG),” jelas Bahlil.

Bahlil juga menekankan bahwa pembangunan industri DME kali ini tidak lagi bergantung pada investor asing, melainkan akan mengandalkan modal dan sumber daya dalam negeri. Pemerintah akan memanfaatkan kebijakan strategis untuk mendorong hilirisasi minerba, termasuk peningkatan nilai tambah pada komoditas seperti tembaga, nikel, dan bauksit hingga menjadi alumina.

“Sekarang kita tidak butuh investor, negara semua lewat kebijakan Bapak Presiden, memanfaatkan resource dalam negeri, yang kita butuh mereka adalah teknologinya. Jadi hari ini teknologi yang kita butuh, uangnya, capexnya semua dari Pemerintah dan dari swasta nasional, kemudian bahan bakunya dari kita, off takernya pun dari kita. Jadi saya pikir kali ini tidak ada lagi yang tergantung kepada pihak lain,” tegas Bahlil.

Sebelumnya, Menteri ESDM turut menghadiri pertemuan yang dipimpin Presiden Prabowo, di mana disepakati 21 proyek hilirisasi tahap pertama dengan total investasi mencapai USD 40 miliar. Pemerintah juga telah menetapkan 26 sektor komoditas sebagai prioritas dalam program hilirisasi nasional, mencakup mineral, minyak dan gas, perikanan, pertanian, perkebunan, serta kehutanan. Selain memperkuat ketahanan energi dan industri nasional, hilirisasi ini juga diharapkan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.

Ikuti Kami

Tags

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top