SUARAENERGI.COM – PT Harita Group menjadi salah satu perusahaan tambang yang operasionalnya kini mendapat perhatian serius dari parlemen. Penyebabnya, perusahaan nikel itu dituding kerap merusak lingkungan hingga menimbulkan banyak ekses negatif di tengah masyarakat.
Adalah anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago yang berjanji akan ikut mengawasi pertambangan nikel Harita dan industri kendaraan listrik yang terletak di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
“Kami akan mengawasi. Bahkan, saya akan menyurati Pemda (Gubernur dan bupati) dan akan saya tembuskan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK, Siti Nurbaya) maupun Menteri ESDM (Arifin Tasrif) tentunya,” tegas Irma pada Sabtu (4/2/2024) lalu.
Irma menyebutkan, penduduk yang tinggal di situ harus pindah ke tempat yang jauh dari penambangan, atas kesadaran sendiri dan tentunya dibantu oleh pemerintah.
“Pemerintah melalui pemerintah daerah mewajibkan perusahaan menyediakan rumah sakit untuk dipergunakan, baik masyarakat maupun para tenaga kerja,” ujarnya.
Melalui dana CSR perusahaan tersebut, Harita Group juga wajib menyediakan air bersih dan membangun perumahan bagi penduduk yang tinggal dalam radius yang berbahaya bagi kesehatan.
“Yang tidak kalah pentingnya lagi, analisa dampak lingkungan yang mewajibkan perusahaan membuang residu bahan berbahaya ditempat yang aman, dan tidak mencemari lingkungan,” katanya.
Di lain pihak, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara, Faizal Ratuela menuding keberadaan tambang nikel milik Harita di Obi sangat mempengaruhi perusakan lingkungan setempat.
Atas dasar itu, Walhi sempat menyurati pemerintah setempat agar mendorong Harita untuk memperbaiki lingkungan yang rusak.
Sayangnya, pemerintah malah menyatakan, kandungan cemaran nikel hasil tambang yang dilakukan Harita masih di bawah ambang batas.
Menurut Faizal bila perhitungan pemerintah hanya berdasarkan hasil baku tambang maka lingkungan di Pulau Obi tidak akan bisa terselamatkan lagi.
“Maka dipastikan kondisi laut tidak bisa dibenahi lagi. Kemudian, penanganan lingkungan ini nantinya akan lebih fatal karena beban ekologinya,” tutur Faizal.